Deskripsi Diri

Khairil Anwar, SE, M.Si lahir di Paya Naden pada 20 April 1978 dari pasangan Tengku Umar bin Abu Bakar dan Fatimah binti Muhammad. Gelar Sarjana di peroleh dari Unsyiah Banda Aceh, sementara gelar Magister di peroleh dari SPs-USU Medan. Sejak tahun 2002 sampai saat ini bekerja sebagai dosen pada Prodi IESP Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh. Menikah dengan Riza Izwarni dan telah dikarunia dua orang anak; Muhammad Pavel Askari dan Aisha Naury.

Jumat, 21 Oktober 2011

PENGARUH KOMPENSASI, KEPEMIMPINAN DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA SKPD KOTA LHOKSEUMAWE

PENGARUH KOMPENSASI, KEPEMIMPINAN DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA SKPD KOTA LHOKSEUMAWE IKRAMUDDIN (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe)
ABSTRACT The purpose of this research have to test the influence of compensation, leadership, and organization commitment on the managerial performance in SKPD Kota Lhokseumawe. Hypotheses that proposed is budgetary participation, leadership, and organization commitment to the managerial performance is significant with simultaneous test or partial test in SKPD Kota Lhokseumawe The population of this research is leader and financial staff in office of SKPD usually in making budgetary policy amount 65 persons (source data in employer unit, 2009). The adjustment small population also this research with census. And than process and analyze data by using multiple regression models through SPSS version 14. The result of this research is in the simultaneous compensation, leadership, and organizational commitment significantly influence on managerial performance, and with partial test budgetary participation, leadership, and organizational commitment is positively significant influence on managerial performance in SKPD Kota Lhokseumawe. Keywords: compensation, leadership, organization commitment, managerial performance


PENDAHULUAN Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai organisasi mulai dari organisasi perusahaan, pemerintahan, dan juga perguruan tinggi. Demikian juga kinerja masuk dalam setiap aspek sosial ekonomi kemasyarakatan. Kondisi ini terlihat dari banyak organisasi yang memasukkan kata kinerja dalam visi dan misinya. Pencapaian kinerja tidak hanya diharapkan pada karyawan saja melainkan dalam jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan kinerja kelembagaan. Kinerja menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan suatu organisasi. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi tentang efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan output yang berkualitas, membandingkan hasil kerja dengan rencana kerja, serta menunjuk efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi dan mendorong orang lain untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan aspek pengelolaan yang penting dalam sebuah organisasi. Kemampuan untuk memimpin secara efektif sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah organisasi mencapai tujuan. Dalam usahanya mencapai tujuan tersebut maka ia haruslah mempunyai pengaruh untuk memimpin para bawahannya. Kreitner dan Kinicki (2005), mengutip definisi kepemimpinan menurut beberapa pendapat para ahli mengenai kepemimpinan antara lain : 1. Kepemimpinan menurut Davis adalah “suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu”. 2. Menurut Blanchard, Kepemimpinan adalah “proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam situasi tertentu”. 3. Selanjutnya Koontz et. al, ”Kepemimpinan adalah suatu pengaruh seni atau proses, mempengaruhi orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan penuh kemauan dan antusias”. Dari ketiga definisi tentang kepemimpinan yang tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan sebagai pemberi dorongan atau motivator mengarahkan kegiatan-kegiatan bersama orang yang mampu memperhatikan kepentingan bawahan penentu hubungan kerjasama. Disamping kecakapan dan kemampuan dari pemimpin dan bawahan dipengaruhi oleh kesediaan dari para anggota pelaksana untuk berkorban dan berusaha prestasi dari pemimpin dan kesediaan bekerja di pihak pelaksana sangat dipengaruhi oleh situasi yang melandasi kerja mereka. Menurut Decoster dan Fertakis (1968) gaya kepemimpinan dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu; Pertama, struktur inisiatif (initiating structure) yang menunjukkan perilaku pemimpin yang dihubungkan dengan kinerja pekerjaan. Kedua, gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration) yang menunjukkan hubungan dekat, saling mempercayai dan saling memperhatikan antara pimpinan dan bawahan. Sedangkan menurut pendekatan teori path-goal seseorang pemimpin membutuhkan fleksibilitas dalam menggunakan gaya apapun yang sesuai dengan situasi tertentu. Salah satu pendekatan kepemimpinan yang paling disenangi adalah teori jalur sasaran (path-goal theory) yang dikembangkan oleh Halim (2004). Dalam teori path-goal menjelaskan dampak perilaku pemimpin pada motivasi bawahan, kepuasan dan kinerjanya (Luthans, 2006) dan pemimpin diharapkan dapat mengubah perilakunya agar sesuai dengan situasi, dimana pemimpin tidak hanya menggunakan gaya yang berbeda tetapi menggunakan gaya yang berbeda pada bawahan yang sama pada situasi yang berbeda (Daft, 2001). Menurut teori jalur tujuan, perilaku pemimpin dapat diterima ketika para karyawan memandangnya sebagai suatu sumber kepuasan, dimana bawahan secara aktif akan mendukung pemimpinnya selama dia memandang bahwa tindakan pemimpin dapat meningkatkan tingkat kepuasannya (Hughes, dkk, 1999). Selain itu perilaku pemimpin adalah memberikan motivasi, sampai tingkat mengurangi halangan jalan yang menganggu pencapaian tujuan, memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan dan mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan (Hughes, dkk, 1999). Organisasi sebagai bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih, yang bergabung dengan cara yang terstruktur, terencana dengan baik dan berdasarkan pembagian kerja. Mereka dituntut untuk dapat mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan agar mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Daft (2003) komitmen organisasi adalah loyalitas dan keterlibatan yang tinggi pada organisasi. Seorang karyawan yang mempunyai derajat komitmen yang tinggi sepertinya akan menggunakan kata ”kita” saat berbicara tentang perusahaan. Porter dalam Kuntjoro (2002) mendefinisikan komitmen organisasi yaitu kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Kondisi ini dapat ditandai dengan tiga hal yaitu: 1) penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2) kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, 3) keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Meyer dan Allen dalam Karina (2008) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi yaitu suatu kontruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Sedangkan Steers dalam Kuntjoro (2002) mendefinisikan komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi. Lebih lanjut, komitmen organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Inti dari beberapa pendapat ahli di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu; proses pada individu (karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Disamping itu komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi. Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggungjawab yang lebih dalam menyokong keberhasilan organisasi. Komitmen adalah kebutuhan primer bagi seorang yang ingin bergabung ke dalam sebuah organisasi. Konsep komitmen organisasi menurut Steers (dalam Kontjoro, 2002) dapat menjelaskan ciri-ciri yang memiliki identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang tinggi atau rendah. Ketiga hal ini menjadi indikator dari komitmen organisasi. Allen dan Meyer (dalam Karina, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi adalah; karakteristik individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi. Karakteristik pribadi terdiri dari dua variabel yaitu; variabel demografis dan variabel disposisional. Bagian yang termasuk dalam karakteristik organisasi adalah; struktur organisasi, desain kebijakan dalam organisai dan bagaimana kebijakan organisasi tersebut di sosialisasikan. Komitmen merupakan salah satu unsur dimensi dalam proaktivitas, sehingga karyawan yang mempunyai komitmen yang tinggi maka dia akan rela mementingkan pekerjaannya di atas kepentingan pribadi. Upaya untuk meningkatkan dan mencapai tingkat keterlibatan kerja dan komitmen diantara para karyawan bukan merupakan pekerjaan yang mudah bagi perusahaan. Menurut Gendus (2008) untuk mencapai dan meningkatkan keterlibatan kerja dan komitmen diantara para karyawan diperlukan pendekatan komitmen dalam berorganisasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan manusiawi yaitu menganggap karyawan bukansebagai faktor produksi semata, akan tetapi juga berusaha memelihara aspek individualitas yang akan menanamkan harga diri dan diharapkan, selanjutnya karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab, keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Meyer & Allen (dalam Katrina, 2008) menyebutkan bahwa ada dua pendekatan dalam merumuskan komitmen dalam berorganisasi yaitu; 1) melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara anggota organisasi dan entitas lainnya (salah satunya organisasi itu sendiri). b) melibatkan usaha untuk memisahkan diantara berbagai entitas dimana individu berkembang menjadi memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses perkembangannya dan bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi. Sebelum munculnya kedua pendekatan tersebut, ada suatu pendekatan lain yang lebih dahulu muncul dan lebih lama digunakan yaitu pembedaan berdasarkan attitudinal commitment atau pendekatan berdasarkan sikap dan behavioral commitment atau pendekatan berdasarkan tingkah laku. Pendekatan ini dikembangkan Mowday, Porter & Steers (dalam Katrina, 2008). Komitmen terhadap organisasi merupakan suatu dimensi perilaku yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan para karyawan untuk bertahan pada suatu perusahaan. Membuat karyawan agar memiliki komitmen yang tinggi adalah sangat penting, terutama pada perusahaan-perusahaan non profit yang skala gaji karyawannya tidak kompetitif, seperti pada perusahaan manufaktur (Munandar dalam Gendhus, 2008). Sementara itu kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan pekerjaan (Frucot dan Shearon, 1991). Pada organisasi yang menggunakan desentralisasi ke unit-unit yang dibentuknya, pencapaian kinerja unit diharapkan dapat mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Dengan asumsi strategi yang diterapkan pada sub unit, sesuai dengan situasi dan kondisi eksternal dan internal dilingkungan organisasi tersebut (Mia dan Clarke, 1998). Supomo (1998) mendefinisikan kinerja adalah sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian ini jelaslah bahwa kinerja dapat dilihat dan diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan dengan pengertian prestasi yang diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintahan dapat dilihat dari tingkat penyelesaian tugas-tugas penganyoman masyarakat. Jika pekerjaan dan tugas-tugas penting sudah digambarkan, kriteria kinerja dapat dikembangkan. Kriteria adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang pemegang jabatan, suatu tim, suatu unit kerja. Secara bersama-sama, dimensi-dimensi itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna mencapai strategi organisasi. Randall (1999) mengemukakan diperlukan tiga jenis dasar kriteria kinerja yang lazim diketahui untuk dapat menilai kinerja sesorang. Pertama, kriteria berdasarkan sifat. Kriteria ini memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan pada apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaan. Meskipun instrument-instrumen penilaian berdasarkan sifat dapat diciptakan dengan mudah, instrumen-instrumen itu mungkin bukan indikator kinerja pekerjaan yang valid. Menurut penulis yang dinilai sebagai kinerja harus dikaitkan langsung dengan pekerjaan. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli yang menyatakan bahwa hubungan antara sifat dan kinerja terlalu lemah, atau paling tidak sulit ditetapkan secara jelas karena sifat sulit didefinisikan. Bagi satu orang, keandalan berarti datang dan pulang dari kantor tepat waktu setiap hari, bagi orang lain bisa berarti bekerja sampai larut bila pimpinan memintanya, bagi orang ketiga, bisa berarti tidak memamfaatkan waktu istirahat. Karena soal itu, ukuran kinerja berdasarkan sifat umumnya tidak dapat diandalkan. Kedua, kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Karena organisasi berjuang menciptakan suatu budaya dimana keragaman dihargai dan dihormati, kriteria keperilakuan terbukti bermanfaat untuk memantau apakah para pekerja mencurahkan cukup banyak usaha untuk mengembangkan diri. Ketiga, dengan makin ditekankan produktivitas, kriteria berdasarkan hasil semakin populer. Kriteria ini berfokus pada apa saja yang telah berhasil dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek-aspek kritis pekerjaan yang penting seperti kualitas, yang mungkin sulit dikuantifikasi. Tanpa memandang tipe kriteria mana yang diukur dalam proses penilaian, sistem manajemen kinerja menjadi strategis sejauh kriteria-kriteria ini dihubungkan secara jelas dengan sasaran organisasi. Hubungan ini hampir selalu membutuhkan lompatan inferensial (bersifat keputusan). Aspek penting dalam organisasi pemerintah dalam pengukuran kinerja, yang perlu diperhatikan adalah efisiensi, efektif, dan ekonomis. Menurut Mardiasmo (2002), Efisiensi adalah rasio output terhadap input. Efektif merupakan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang ditetapkan. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan oleh sub unit pada objek unit, maka sub unit tersebut dikatakan efektif. Ekonomis merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Menurut Covin dan Slevin (1988) yang dalam Miah dan Mia (1996), menyatakan bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan persepsi atas kinerja dari individu yang terlibat pada aktifitas organisasi dapat berfungsi sebagai substitusi dari pengukuran kinerja atas data sebenarnya. Hal ini yang mendasari penggunaan item kuesioner pada penelitian Miah dan Mia (1996). Tim studi pengembangan sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (AKIP), yang dibentuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka membuat panduan tentang penerapan good governance pada organisasi sektor publik di Indonesia, mendefinisikan kinerja sebagai kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi, dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil (LAN dan BPKP, 2000). Gul (1991), yang dikutip dari buku petunjuk pengukuran kinerja instansi pemerintah, menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplisment), melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan kinerja yaitu: sebagian organisasi menghubungkan pembayaran dengan kinerja, sebagian lainnya menggunakan informasi kinerja terutama sebagai perangkat manajemen yang digunakan secara kontinyu untuk meningkatkan operasi mereka, dan sebagian lain mengkaitkan pembelanjaan mereka dengan hasilnya. Organisasi yang paling entrepreneurial berusaha untuk melakukan ketiga-tiganya (Dunk dan Gaebler, 1989). Kerangka Konseptual Berdasarkan rumusan masalah dan didukung dengan landasan teori, maka penulis akan mengembangkan hubungan deterministik pengaruh ketiga variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan variabel komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial dalam skema kerangka konseptual di bawah ini. Independen Variabel Dependen Variabel Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang dibangun dalam gambar 1 di atas menunjukkan arah hubungan pengujian pengaruh variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi terhadap pembentukan kinerja manajerial. 1. Partisipasi anggaran sebagai salah satu variabel independen yang diduga mempengaruhi kinerja manajerial dalam suatu organisasi. Dugaan ini didasari penelitian yang dikembangkan oleh Alfar (2006) dalam penelitiannya menemukan ada pengaruh yang signifikan antara partisipasi manajer dalam penganggaran terhadap kinerja manajerial baik secara langsung maupun melalui variabel intervening. Noor (2007) yang menjumpai ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. dan penelitian Irene S. Manurung (2008) yang menemukan adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. 2. Gaya kepemimpinan juga sebagai variabel independen yang diduga turut mempengaruhi kinerja manajerial sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Noor (2007) yang menjumpai bahwa variabel gaya kepemimpinan walaupun berpengaruh terhadap kinerja manajerial namun tidak signifikan. Berbeda dengan penelitian Irene S. Manurung (2008) dari hasil pengujian menemukan bahwa variabel gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Semakin tepat gaya kepemimpinan yang diterapkan pimpinan, maka semakin meningkat motivasi kerja yang pada akhirnya akan mendorong kinerja untuk meningkat. 3. Variabel independen lain yang dimasukkan dalam model adalah variabel komitmen organisasi. Variabel ini diadopsi dari penelitian Suhartono & Solichin (2006) walaupun keduanya tidak meneliti pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial, namun variabel ini tetap digunakan sebagai salah satu variabel pembeda antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Rasionalisasi dari penggunaan variabel komitmen organisasi sebagai suatu penjelasan bahwa tanpa adanya komitmen antar individu dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja maka akan sangat sulit untuk mencapai peningkatan kinerja. Hipotesis Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah dikemukan menunjukkan masing-masing variabel memberikan arah hubungan deterministik dalam meningkatkan kinerja, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: ”Partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja manajerial pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kota Lhokseumawe.” METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (dipengaruhi) (Sugiyono, 2006:41). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi sebagai variabel independen terhadap kinerja manajerial sebagai variabel dependen. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006). Penelitian ini akan dilakukan pada SKPD Kota Lhokseumawe. Populasi penelitian adalah semua Kepala Dinas dan staf keuangan pada unit kerja yang ada pada setiap SKPD Kota Lhokseumawe yang terlibat dalam penyusunan anggaran dengan jumlah populasi sebanyak 67 orang. Dengan pertimbangan populasi kecil maka penelitian dilakukan dengan teknik sensus. Menurut Nazir (1999) populasi yang relatif kecil dapat dilakukan perhitungan seluruh populasi sebagai sampel yang disebut dengan sensus. Model Analisis Data Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan model analisis regresi linear berganda yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh / hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu aplikasi software SPSS. Formulasi yang digunakan adalah : KM = β0 + β1 PA + β2 GK + β3 KO + e Keterangan : KM : Kinerja Manajerial PA : Partisipasi Anggaran GK : Gaya Kepemimpinan KO : Komitmen Organisasi β0 : Konstanta β1- β3 : Koefisien regresi parsial ℮ : Error term Uji Kualitas Data Uji kualitas data dimaksudkan agar keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbebas dari bias secara statistik. Pengujian kualitas data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas. Apabila hasil pengujian menjumpai data penelitian valid dan realibel secara statistik, maka dapat disimpulkan kualitas data yang digunakan cukup baik. 1. Uji Validitas Menurut Hermawan (2006) validasi data merupakan suatu proses penentuan apakah suatu wawancara dalam survey atau observasi dilakukan dengan benar dan terbebas dari bias. Dalam berbagai metode pengumpulan data tidak selalu mudah untuk melakukan pemantauan secara ketat. Sementara menurut Ghozali (2007) uji validitas bertujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Ghozali (2007) mengukur validitas dapat dilakukan dengan tiga cara; 1) melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel; 2) melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk; 3) uji dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Dari ketiga cara pengukuran validitas yang disebutkan Ghozali di atas, maka dalam penelitian ini pengujian validitas dilakukan dengan cara kedua yaitu melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk pada derajat α=0,01 dan α=0,05. Uji validitas bertujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Pengujian validitas dilakukan dengan cara kedua yaitu melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk pada derajat α=0,01 dan α=0,05. Hasil pengujian masing-masing variabel adalah sebagai berikut: a. Variabel Partisipasi Anggaran Variabel partisipasi anggaran diukur dengan 5 indikator pertanyaan, masing-masing indikator akan diuji valid atau tidak berdasarkan kriteria korelasi (r). Jika r hitung lebih besar dari r tabel, maka indikator tersebut valid secara statistik. Hasil perhitungan r dari output SPSS ver. 14 sebagai berikut: Tabel 1. Uji Validitas Variabel Partisipasi Anggaran No Indikator Pengujian r hitung r tabel Keterangan 1 Kontribusi saya dalam penyusunan anggaran sangat besar 0,338 0,237 Valid 2 Saya terlibat dan ikut serta dalam penyusunan anggaran 0,326 0,237 Valid 3 Ketika ada revisi anggaran, atasan memberikan informasi kepada saya 0,531 0,237 Valid 4 Saya turut serta memberikan masukan dan saran dalam penyusunan anggaran 0,484 0,237 Valid 5 Keputusan anggaran untuk unit kerja saya diputuskan atas persetujuan saya 0,503 0,237 Valid Sumber: Output SPSS versi 14.0 Nilai r tabel pada n sampel 67 adalah sebesar 0,237 sedangkan r hitung sebagaimana Tabel 1 semua indikator mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang diajukan dalam variabel partisipasi anggaran valid secara statistik. b. Variabel Gaya Kepemimpinan Tabel 2. Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan No Indikator Pengujian r hitung r tabel Keterangan 1 Pimpinan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja optimal 0,354 0,237 Valid 2 Pimpinan mengakui prestasi kerja bawahan karena hasil kerja sesuai dengan keinginannya 0,535 0,237 Valid 3 Pimpinan menetapkan dan memberi intruksi yang jelas tentang aturan dan prosedur kerja 0,400 0,237 Valid 4 Pimpinan menggunakan reward dan punishment untuk mendorong bawahan meningkatkan kinerja 0,540 0,237 Valid 5 Pimpinan melibatkan secara langsung bawahan dalam penyusunan rencana kerja 0,419 0,237 Valid Sumber: Output SPSS versi 14.0 Berdasarkan output SPSS masing-masing indikator dalam variabel gaya kepemimpinan mempunyai r hitung adalah; Pimpinan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja optimal mempunyai r hitung sebesar 0,354, Pimpinan mengakui prestasi kerja bawahan karena hasil kerja sesuai dengan keinginannya mempunyai r hitung sebesar 0,535, Pimpinan menetapkan dan memberi intruksi yang jelas tentang aturan dan prosedur kerja mempunyai r hitung sebesar 0,400, Pimpinan menggunakan reward dan punishment untuk mendorong bawahan meningkatkan kinerja mempunyai r hitung sebesar 0,540, dan indikator Pimpinan melibatkan secara langsung bawahan dalam penyusunan rencana kerja mempunyai r hitung sebesar 0,419. Dengan demikian semua indikator pada variabel gaya kepemimpinan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel 0,237 sehingga dapat disimpulkan valid secara statistik. c. Variabel Komitmen Organisasi Jumlah indikator yang diajukan dalam variabel komitmen organisasi sebanyak 5 indikator. Hasil pengujian validitas sebagai berikut. Tabel 3. Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi No Indikator Pengujian r hitung r tabel Keterangan 1 Anda berkomitmen meningkatkan capaian hasil pekerjaan 0,570 0,237 Valid 2 Anda berkomitmen menjaga kondusivitas kerja dalam organisasi 0,667 0,237 Valid 3 Anda berkomitmen memberikan yang terbaik bagi lembaga 0,591 0,237 Valid 4 Anda berkomitmen menjaga nama baik organisasi dan atasan 0,669 0,237 Valid 5 Organisasi telah memenuhi hak-hak anda secara tepat sesuai dengan hasil kerja 0,504 0,237 Valid Sumber: Output SPSS versi 14.0 Komitmen meningkatkan capaian hasil pekerjaan mempunyai r hitung 0,570, komitmen menjaga kondusivitas kerja dalam organisasi mempunyai r hitung 0,667, komitmen memberikan yang terbaik bagi lembaga mempunyai r hitung 0,591, komitmen menjaga nama baik organisasi dan atasan mempunyai r hitung 0,669, dan indikator organisasi telah memenuhi hak-hak anda secara tepat sesuai dengan hasil kerja diperoleh r hitung sebesar 0,504. Dengan demikian semua indikator mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel 0,237 sehingga dapat disimpulkan valid secara statistik. d. Variabel Kinerja Manajerial Tabel 4. Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial No Indikator Pengujian r hitung r tabel Keterangan 1 Menentukan tujuan, sasaran, kebijakan dan tindakan manajerial 0,258 0,237 Valid 2 Mengumpulkan dan menyiapkan informasi dalam bentuk laporan, catatan dan analisa pekerjaan 0,254 0,237 Valid 3 Pertukaran informasi dengan orang dalam organisasi tidak hanya dengan bawahan, tetapi juga dengan orang lain untuk menyesuaikan program kerja 0,256 0,237 Valid 4 Mengevaluasi dan menilai proposal, laporan, dan kinerja bawahan 0,304 0,237 Valid 5 Mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan 0,337 0,237 Valid 6 Memelihara dan mempertahankan bawahan, menyeleksi pegawai baru, menempatkan dan mempromosikan bawahan 0,312 0,237 Valid 7 Menyampaikan informasi tentang visi, misi dan kegiatan-kegiatan organisasi 0,278 0,237 Valid 8 Memimpin rapat kordinasi dengan staf dan pelimpahan wewenang 0,299 0,237 Valid Sumber: Output SPSS versi 14.0 Hasil perhitungan validitas terhadap indikator-indikator dalam variabel kinerja manajerial adalah; Menentukan tujuan, sasaran, kebijakan dan tindakan manajerial r hitung diperoleh sebesar 0,258, Mengumpulkan dan menyiapkan informasi dalam bentuk laporan, catatan dan analisa pekerjaan r hitung diperoleh sebesar 0,254, Pertukaran informasi dengan orang dalam organisasi tidak hanya dengan bawahan, tetapi juga dengan orang lain untuk menyesuaikan program kerja mempunyai r hitung sebesar 0,256, Mengevaluasi dan menilai proposal, laporan, dan kinerja bawahan mempunyai r hitung sebesar 0,304, Mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan r hitung diperoleh sebesar 0,337, Memelihara dan mempertahankan bawahan, menyeleksi pegawai baru, menempatkan dan mempromosikan bawahan mempunyai r hitung sebesar 0,312, Menyampaikan informasi tentang visi, misi dan kegiatan-kegiatan organisasi r hitung diperoleh sebesar 0,278, dan indikator Memimpin rapat kordinasi dengan staf dan pelimpahan wewenang mempunyai r hitung sebesar 0,299. Dengan demikian semua indikator mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel 0,237 sehingga dapat disimpulkan valid secara statistik. 2. Uji Reliabilitas Menurut Ghozali (2007) reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; 1) Repeated Measure atau pengukuran ulang; 2) One Shot atau pengukuran sekali saja. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan metode one shot, dimana pengukurannya hanya sekali kemudian dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antara jawaban pertanyaan. Uji ini dapat dilihat dari nilai Cronbach Alpha. Suatu konstruk dikatakan relialibel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally dalam Ghozali, 2007). Adapun hasil pengujian reliabilitas masing-masing variabel penelitian sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5. di bawah ini. Tabel 5. Uji Reliabilitas Variabel Penelitian No Variabel Cronbach Alpha Keterangan 1 Partisipasi Anggaran 0,658 Relialibel 2 Gaya Kepemimpinan 0,670 Relialibel 3 Komitmen Organisasi 0,806 Relialibel 4 Kinerja Manajerial 0,664 Relialibel Sumber: Output SPSS versi 14.0 Dari hasil pengujian diperoleh nilai Cronbach Alpha masing-masing variabel adalah; variabel partisipasi anggaran sebesar 0,658, variabel gaya kepemimpinan sebesar 0,670, variabel komitmen organisasi sebesar 0,806, dan nilai Cronbach Alpha variabel kinerja manajerial sebesar 0,664. Dari hasil pengujian ini menunjukkan semua variabel mempunyai nilai Cronbach Alpha di atas 0,6 sehingga dapat disimpulkan variabel yang diuji relialibel secara statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda. Hasil estimasi model penelitian sebagaimana ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Estimasi Model Penelitian Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 2,627 0,371 7,083 0,000 Partisipasi Anggaran 0,373 0,097 0,241 3,842 0,009 Gaya Kepemimpinan 0,637 0,142 0,476 4,552 0,000 Komitmen Organisasi 0,304 0,115 0,504 2,655 0,010 Sumber: Output SPSS versi 14.0 Dengan mensubstitusikan hasil regresi ke dalam model penelitian maka diperoleh hasil sebagai berikut: Y = 2,627 + 0,373X1 + 0,637X2 + 0,304X3 Berdasarkan hasil estimasi dapat diinterpretasikan bahwa nilai konstanta sebesar 2,627 bermakna bahwa tanpa peningkatan dalam partisipasi anggaran, kesesuaian gaya kepemimpinan, serta komitmen organisasi, besarnya kinerja manajerial sebesar 2,627. Variabel partisipasi anggaran mempunyai koefisien sebesar 0,373 bermakna bahwa apabila partisipasi anggaran meningkat sebesar 1 maka kinerja manajerial akan meningkat sebesar 0,373. Koefisien variabel gaya kepemimpinan sebesar 0,637 bermakna bahwa apabila kesesuaian dalam gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan meningkat 1, maka kinerja manajerial bawahan akan meningkat sebesar 0,637. Koefisien variabel komitmen organisasi sebesar 0,304 bermakna bahwa apabila komitmen organisasi meningkat sebesar 1, maka kinerja manajerial akan meningkat sebesar 0,304. Dilihat dari koefisien menunjukkan variabel yang mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan kinerja manajerial adalah variabel gaya kepemimpinan, kondisi ini memungkinkan bagi pimpinan daerah untuk meningkatkan penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai sebagaimana diharapkan bawahan sehingga akan merangsang peningkatan dalam kinerja manajerial. Uji Hipotesis Uji Kesesuaian Model Sebelum pengujian hipotesis secara simultan maupun parsial dilakukan terlebih dahulu akan diuji kesesuaian model regresi yang diterapkan. Kriteria yang diambil adalah apabila koefisien korelasi (R) maupun koefisien determinasi (R-Square) terlalu rendah akan menggambarkan bahwa model regresi tidak tepat digunakan dalam penelitian ini. Sebaliknya apabila nilai R dan R-Square tinggi, maka model regresi sudah tepat digunakan dalam penelitian ini. Hasil pengujian kesesuaian model penelitian sebagaimana ditampilkan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Koefisien Korelasi, Determinasi dan F Test Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate F Sig. 1 0,731 0,534 0,515 0,28410 82,238 0,000 Output SPSS versi 14.0 Dari hasil pengujian diperoleh nilai R sebesar 0,731 yang bermakna hubungan (korelasi) antara variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi sebagai variabel bebas dengan variabel kinerja manajerial sebesar 73,1%, sisanya sebesar 26,9% variabel kinerja manajerial berhubungan dengan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Nilai R-Square sebesar 0,534 bermakna bahwa variasi kemampuan variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi sebagai variabel bebas dalam mempengaruhi variabel kinerja manajerial sebesar 53,4%, sisanya sebesar 46,6% variabel kinerja manajerial dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Uji Simultan Pengujian statistik secara simultan dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan F tabel. Kriterianya, apabila F hitung lebih besar dari F tabel atau nilai Sig. F < 0,05 maka Ha yang menyatakan secara simultan variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi berpengaruh nyata terhadap kinerja manajerial. Nilai F hitung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6 adalah sebesar 82,238 sedangkan nilai F tabel pada v1 = 63 dan v2 = 3 diperoleh F tabel sebesar 2,76. Dengan demikian berdasarkan hasil pengujian F hitung > F tabel sehingga dapat disimpulkan secara bersama-sama variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kota Lhokseumawe. Uji Parsial Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t dengan kriteria apabila t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ha diterima dan Ho dapat ditolak yang bermakna variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi secara individu berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Besarnya t tabel pada df = n-k (67 – 4 = 63) adalah 2,000 sedangkan t hitung dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai t hitung variabel partisipasi anggaran sebesar 3,842 > 2,000 dengan demikian variabel partisipasi anggaran signifikan mempengaruhi kinerja manajerial pada SKPD Kota Lhokseumawe. Hasil ini konsisten dengan temuan Brownell, P dan M. Mc.Innes (1986), Ariadi, D (2006), Noor (2007). Nilai t hitung variabel gaya kepemimpinan sebesar 4,552 > 2,000 dengan demikian variabel gaya kepemimpinan signifikan mempengaruhi kinerja manajerial pada SKPD Kota Lhokseumawe. Nilai t hitung variabel komitmen organisasi sebesar 2,655 > 2,000 dengan demikian variabel komitmen organisasi signifikan mempengaruhi kinerja manajerial pada SKPD Kota Lhokseumawe. Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Suhartono & Solichin (2006) Dari hasil penelitian menunjukkan seluruh variabel yang diuji signifikan secara statistik t maupun statistik F. Variabel partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Hasil ini konsisten dengan penelitian Noor (2007) yang menemukan partisipasi penyusunan anggaran signifikan mempengaruhi kinerja manajerial. Demikian juga dengan penelitian Irene S. Manurung (2008) yang menemukan pengaruh kuat antara partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintahan. Konsistensi hasil penelitian ini juga dijumpai dengan penelitian Brownell & Mc. Innes (1986) yang menemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. PENUTUP Penyusunan anggaran yang partisipatif melibatkan semua unsur pimpinan pada Dinas-dinas berpartisipasi dalam menyusun anggaran, yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasional baik secara individu maupun kinerja manajerial didalamnya, karena dengan partisipasi tersebut akan meningkatkan semangat kerja dan tanggungjawab moral dari setiap komponen yang ada dalam institusi untuk mensukseskan setiap rencana kerja yang telah disusun. Oleh karena anggaran tersebut merupakan suatu konsep secara komprehensif yang melibatkan semua komponen yang ada pada institusi, maka dalam penyusunan anggaran dibutuhkan keterlibatan para pimpinan baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan masukan berupa informasi kebutuhan yang ada pada setiap unit kerja kepada pemegang kuasa anggaran. Hasil pengujian variabel gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Hasil ini berbeda dengan temuan Noor (2007) yang dapat penelitiannya menemukan bahwa variabel gaya kepemimpinan berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Dengan demikian tentunya harus dilihat suatu fenomena pada SKPD Kota Lhokseumawe gaya kepemimpinan sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja manajerial. Dalam beberapa kasus ditemukan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dengan keinginan dari bawahannya. Penerapan gaya kepemimpinan harus sesuai dengan kondisi organisasi yang bersifat dinamis, penerapan gaya yang tidak sesuai akan berdampak pada penurunan kepuasan kerja yang berimplikasi juga terhadap kinerja individu maupun kinerja institusional. Prinsip-prinsip dasar dari karakteristik individu maupun institusi sangat perlu dipahami, agar gaya kepemimpinan yang diterapkan sesuai sebagaimana yang diharapkan, selain itu hal yang penting perlu diperhatikan menyangkut dinamisasi gaya kepemimpinan, menerapkan gaya kepemimpinan yang otoriter sekalipun diperlukan pada saat-saat pengambilan keputusan yang penting, sehingga orientasi kerja para bawahan akan cepat lebih terarah. Hasil pengujian statistik menunjukkan pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial juga positif dan signifikan. Hasil ini konsisten dengan temuan Suhartono dan Solichin (2006) bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial baik secara langsung maupun pengujian melalui variabel intervening. Dengan demikian salah satu upaya yang dapat dilakukan pihak pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja manajerial, dengan meningkatkan komitmen setiap unit manajerial untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Selain secara parsial menunjukkan masing-masing variabel signifikan terhadap kinerja manajerial, pengujian secara simultan juga menunjukkan variabel partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, dan variabel komitmen organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kota Lhokseumawe. Dengan demikian ketiga variabel ini dapat dijadikan sebagai estimator dalam meningkatkan kinerja manajerial, semakin tinggi tingkat partisipasi para manajer dalam merencanakan dan menyusun anggaran, semakin sesuai penerapan gaya kepemimpinan dengan keinginan para bawahan, dan semakin tinggi komitmen para individu yang ada dalam organisasi dalam bekerja maka kinerja akan meningkat. DAFTAR PUSTAKA Brownell, P dan M. Mc.Innnes. 1986. Budgetary Participation, Motivation, and Managerial Performance. The Accounting Review. Vol. LXI (4). October: p.587-600. Chong, V.K dan Kar Ming Chong. 2002. Budget Goal Commitment and Informational Effects of Budget Participation on Performance: A Structural Equation Modeling Approach. Behavioral Research in Accounting. USA. Daft, Richard. 2002. Manajemen. Edisi Lima, Jilid 1. Terjemahan oleh E.Salim dan I Karmawan. Erlangga. Jakarta. Davis, Keith dan Jhon W. Newstrom. 1990. Human Behavior at Work. Erlangga. Jakarta. Decoster, D.T dan Fertakis, J.P. 1986. Budget Induced Presure and its Relationship to Supervisor Behavior. Journal of Accounting Research. Autum. Pp. 237-246. Dunk. A.S. 1989, Budgetary participation, Agreement on Evaluation Criteria and Managerial Performance: A Research Note, Accounting Organization and Society, Vol. 14: 321-324. Frucot, J.R.P. dan W.T. Shearon, 1991. Budgetary Participation, Locus of Control, and Mexican Managerial Performance and Job Satisfaction, The Accounting Review, January. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BP-Undip. Semarang. Gul, F. A, 1991. The Effect of Management Accounting Systems and Environmental Uncertainty on Small Business Manager’s Performance, Accounting and Business Research, Vol. 22, No. 85: 57-61. Halim, A. A, Tjahyono dan M.F. Husein. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Hermawan, Asep. 2006. Penelitian Bisnis: Paradigma Kuantitatif. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Karina. 2008. Pembentukan Komitmen Organisasi. http://rumahbelajarpsikologi. com/index.php/pembentukankomitmen.html Kenis, L. 1979. The Effect of Budgetary Goal Characteristics on Managerial Attitutes and Performance. Accounting Review. October pp. 707-721 Kreitner, R. dan Kinichi A. 2005. Organizational Behavior. Fith Edition, International Edition. Mc Graw-Hill Companies.Inc. Kuntjoro, Z. S. 2002. Komitmen Organisasi. http://www.psikologi.com/masalah/ 250702.html Wirdani B. Lubis,. 2009. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Job Relevant Information Terhadap Informasi Asimetris: Studi Kasus pada SPs Universitas Sumatera Utara. Tesis SPs-USU. Medan. Irene S. Manurung. 2008. Pengaruh Locus of Control dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Partisipasi Anggaran dan Kesenjangan Anggaran Dengan Kinerja Aparat Dinas Pendidikan Nasional Pemerintahan Kabupaten Simalungun. Tesis SPs-USU. Medan. Marbawi, Adamy. 2003. Hubungan Komitmen Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Yang Mendukung Peningkatan Kinerja Karyawan Universitas Malikussaleh. Tesis. Magister Manajemen. Unsyiah. Banda Aceh Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta Mia, L dan Clarke. 1998. Managerial Attitude, Motivation, and Effectiveness of Budget Participation, Accounting Organization and Society, Vol. 13, No. 5: 465-475. Miah, N. Z. dan Mia, L. 1996. Desentralisation and Accounting Control of Government organization: A New Zealand Empirical Study. Financial Accountability and Management. Vol. 12, No. 3: 173-189. Mintorogo, A. 1996. Kepemimpinan dalam Organisasi. STIA LAN Press. Jakarta. Nafirin, M. 2000. Penganggaran Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta. Noor, Wahyuddin. 2007. Desentralisasi dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating Dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. Randall S S and Susan E. J. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia-Menghadapi Abad ke-21. Penerbit Erlangga, Jakarta. Robbins, S. P. 2001. Personnel, The Management of Human Resources. Prentice Hall. Eaglewood Cliffs. Sheltom, Ken. 1998. A New Paradigm of Leadership. PT Elex Media Computindo. Jakarta. Shields. M. D. dan S. M. Young. 1973. Antecendent and Consequences of Participative Budgeting: Evidence on the Effects of Asymmetrical Information, Jurnal of Management Accounting Research, Vol. 5: 265-280. Siegel, Gary dan H. R. Marconi. 1989. Behavioral Accounting. South-Western Publishing. Ohio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar